Jalal ISISOleh: Ustadz Kholili Hasib
AntiLiberalNews – HARI-hari ini, pemberitaan tentang gerakan Daulah Islamiyah Iraq wa Syam (ISIS/ISIL) seolah menjadi trending topic di media massa. Kekhalifahan yang didirikan di Iraq – yang sebenarnya tidak diakui oleh Persatuan Ulama Internasional– (hidayatullah.com 6 Juli 2014) seolah menyita pemberitaan menggeser sidang kampanye kecurangan Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di tengah kesimpang siuran khilafah bentukan ISIS itu, Syiah Indonesia menumpanginya dengan memfitnah Ahlus Sunnah secara umum.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Seperti diketahui, kelompok ISIS, di Suriah memang berperang melawan pemerintah Bashar Asad yang beraliran Syiah Nushairiyah. Harap dicatat, ISIS hanya salah satu faksi perlawanan. Di Suriah masih banyak faksi-faksi pejuang dari Sunni berperaang, termasuk Jabhah Nusrah, Ahrar Syam dll. Kedua faksi ini juga berhadapan dengan kekejaman Syiah di Suriah.
Namun, mengapa keberadaan ISIS tiba-tiba diblow-up?
Pertama, barangkali karena memiliki kekhasan tersendiri, yakni bercita-cita mendirikan Khilafah Islam. Serta aksi-aksinya yang ekstrim menghabisi lawan-lawannya. Namun, bisa juga media-media Barat membesarkan wujud ISIS ini secara massif.
Kedua, di Iraq, perlawanan terhadap penjajah Amerika dan kelompok Syiah juga tidak hanya ISIS. Mujahidin Sunni di Iraq di antaranya; Dewan Militer Revolusioner Iraq atau General Military Council for Iraqi Revolutionaries (GMCIR), Tentara Islam Iraq atau Islamic Army of Iraq (IAI), Tentara Tareqat Naqsyabandiyah, dan Dewan Kebangkitan Iraq. Di antara mereka adalah mantan tentara Iraq, loyalis Saddam Hussein.
Mujahidin Tarekat Naqsyabandiyah bahkan lebih dahulu berdiri sebelum ISIS, yakni tahun 2003. Faksi mujahidin ini tidak mau ikut dalam proses politik, namun mereka hanya ingin melawan para penguasa (Syiah) yang dzalim.
Faksi-faksi mujahidin Sunni selain ISIS ini memang tidak banyak dibahas di media. Mereka bertempur dengan penjajah dan tentara Syiah. Fenomena ISIS makin mencuat setelah ISIS menguasai kota Mosul Iraq. Namun, sejumlah pengamat menilai jatuhnya Mosul dan Tikrit adalah bukan semata karena kekuatan personil ISIS, melainkan karena dukungan kelompok bersenjata faksi mujahidin yang dahulunya adalah loyalis mantan penguasa Iraq, Saddam Husein.
Sekali lagi harap dicatat, bahwa ISIS hanyalah salah satu bagian faksi di antara faksi-faksi lainnya yang berjuang melawan kedzaliman Syiah Bashar Assad dan kezaliman penguasa dukungan Syiah Iran dan penjajah AS di Iraq.
Karena itulah, Syiah paling berkepentingan agar ISIS bisa dihapus di muka bumi, khususnya di Iraq, di mana pemerintahan Syiah Nuri Al Maliki yang didukung Syiah Iran.
Karena ada latar belakang konflik Sunni-Syiah ini, kelompok Syiah Indonesia menjadikan isu ISIS sebagai komoditi kampanye hitam memojokkan Ahlus Sunnah. Kelompok Syiah di Indonesia menyambut isu ini dengan memanfaatkannya untuk kepentingan keamanan ideologinya. Bahkan, pernyataan Syiah baru-baru ini berbau adu domba. Terbukti ketika Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaludin Rakhmat menuding bahwa akar masalah konflik di Indonesia adalah umat Islam Ahlus Sunnah yang anti terhadap Syiah. Ia juga menuding Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah parpol dan ormas Islam membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah.
Jalaluddin Rakhmat membabi-buta menggeneralisasi isu. Ia mengatakan siapa yang anti-Syiah dia mendukung ISIS. “Kelompok anti-Syiah adalah prospek utama pemicu konflik di Indonesia, dengan membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah. Kelompok tersebut seperti MUI, MIUMI, dan orang-orang di PKS tidak menyukai Syiah,” kata orang yang akrab disapa kang Jalal (bumisyam.com 5/08).
ISIS, yang keberadaannya masih menimbulkan banyak pertanyaan publik tiba-tiba dijadikan ‘senjata’ baru untuk memojokkan umat mayoritas, Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Manuver Syiah menyebut MUI ikut bagian kelompok mendukung ISIS saja, sudah stigma yang mempunyai bobot dan tujuan tak sederhana.
MUI adalah salah satu representasi mayoritas organisasi Sunni di seluruh Indonesia. Jika MUI saja dituduh Syiah, bagaimana yang lain?
Pernyataan Jalal sekaligus mengamankan eksistensi Syiah di Indonesia yang akhir-akhir ini sudah diungkap kesesatan dan bahayanya bagi NKRI.
Sebagaimana di Suriah dan Iraq, kaum Muslimin di Indonesia yang menolak Syiah bukan secara otomatis pendukung ISIS. Penolakaan Syiah semata berdasarkan atas penyimpangan akidah Syiah, dan bahayanya bagi NKRI. Ingat, Syiah hanya tunduk pada imam mereka di Iran, bukan di Indonesia. [baca: “Gerakan Syiah Indonesia Diremote dari Iran” ].
MUI dan Sasaran Antara
Kampanye hitam Syiah dengan menumpang pada isu ISIS memiliki agenda besar. Dalam isu ini, sasaran Syiah sebenarnya bukanlah pendukung ISIS Indonesia yang jumlahnya tidak terlalu besar. Syiah justru menyasar kelompok mayoritas, yakni Aswaja Nusantara. Agar Syiah diterima sebagai ‘madzhab’ resmi di Indonesia, dan ‘mengamputasi’ fatwa para ulama (khususnya MUI) tentang bahaya radikalisme Syiah ini.
Agenda besar Syiah sejatinya seirama dengan agenda intelejen Barat. Yakni melumpuhkan keyakinan dasar Islam tentang truth claim (klaim kebenaran). Syiah berupaya menolak konsep truth claim, agar akidahnya bisa diterima masyarakat, sehingga mulus melakukan syiahisasi. Sedangkan Barat berkepentingan memasarkan faham pluralisme. Syiah, juga kerap ikut menumpang kampanye pluralism agama. Karena dengan faham ini, Syiah diuntungkan sebab orang akan dilarang berbicara penyimpangan Syiah.
Setelah MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat menerbitkan buku panduan kesesatan Syiah, banyak kaum Muslimin tersadar bahaya Syiah. Buku ini mejelaskan pendapat para ulama dahulu tentang penyimpangan akidah Syiah dan peta kelompok Syiah di Indonesia.
Syiah ditolak karena mengandung ideologi takfiri dalam kitab induknya. Al-Majlisi, seorang ulama Syiah kenamaan mengatakan,
“Ketauhilah bahwa kalimat syirik dan kufur itu ditujukan — sebagaimana termaktub dalam teks-teks Syiah — terhadap orang-orang yang tidak mempercayai keimamahan Ali dan para imam setelah beliau yang terdiri dari keturunan beliau, dan mengutamakan orang lain daripada mereka, menunjukkan bahwa orang-orang itu kafir dan kekal di neraka.” (Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 23/390).
Dalam tafsir al-Qummi – kitab tafsir Syiah dikatakan bahwa apabila seseorang mengakui keimamahan selain imam Ali dan keturunannya, maka semua amal ibadahnya digugurkan Allah (Tafsir al-Qummi 2/251).
Syiah juga membahayakan negara. Khumaini pernah berpidato agar mengekspor revolusi ke negara-negara Muslim. Mereka memiliki konsep pemerintahan imamah yang saat ini diaplikasikan dalam bentuk wilayah al-faqih. Pemerintah yang sah adalah yang berdasarkan konsep imamah. Sebagaimana dijelaskan panjang lebar oleh Ayatullah Khumaini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah (pemerintahan Islam).
Di kalangan kaum Syiah, tulisan Khomeini ini merupakan fatwa untuk melakukan revolusi di negaranya masing-masing. Khomeini sendiri merupakan tokoh Syiah kontemporer paling kharismatik. Sehingga fatwa ini pernah membakar pemuda Syiah di Indonesia pada tahun delapan puluhan. Pada 24 Desember tahun 1984 aktivis Syiah bernama Jawad alias Ibrahim terlibat aksi peledakan gedung seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang dan peledakan candi Borobudur pada 21 Januari 1985. Dalam pengakuannya, ia nekat melakukannya karena cita-citanya ingin menjadi ‘Imam’ di Indonesia, sebagaimana Khomeini di Iran. Jawad gagal, dan mendekam di balik jeruji besi.
Pada tahun 1981, Iran menggelar Konferensi Internasional untuk Imam Jum’at dan Jama’ah mengundang pemimpin Negara-negara Muslim di dunia serta para muftinya. Syaikh Muhammad Abdu Qodir Azad, Ketua Majelis Ulama’ Pakistn, yang ikut konferensi menyaksikan pidato Khomeini berapi-api mendorong kaum Muslim untuk melakukan revolusi seperti yang ia lakukan di Iran.
Khomeini mengatakan: “Karena itu wahai para ulama! Berangkatlah dari muktamar ini untuk mengadakan revolusi Iran di Negara-negara masing-masing, agar anda semuanya dapat menang dalam usaha yang besar ini. Kalau anda bermalas-malas, maka pada hari kiamat nanti di hari semua manusia dikumpulkan, Allah akan meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Anda karena tidak melakukan sesuatu tentang hak Allah dan hak bangsa-bangsa Anda. Lalu ketika itu nanti jawaban apakah yang akan Anda berikan?” (Muhammad Abdul Qodir Azad, Bahaya Faham Syiah Khomeini, hal.14).
Khomeini berusaha agar kepemimpinannya tidak hanya meliputi wilayah Iran, bahkan seluruh dunia harus tunduk di bawah pemerintahan dan kekuasaannya. Dalam konsep wilayatul faqih, Khomeini menjelaskan bahwa hanya Faqih (ulama/ahli hukum) Syiah sajalah yang boleh memimpin dan memerintah umat. Karena, menurut keterangan Khomeini, fuqaha Syiah saja yang beriman pada akidah Imamah dan imam Mahdi akhir zaman (Syaikh Muhammad Mandzur Nu’mani, al-Tsaurah al-Iraniyah fi Mizan al-Islam, hal 31)
Semua harus sadar. Isu ISIS dimanfaatkan Syiah untuk menutupi misi besarnya ini. Pergerakan Syiah tidak seperti ISIS yang terang-terangan Nampak jelas. Syiah menggeliat secara halus, dengan melakukan manuver-manuver politis. Karena membahayakan NKRI ini, maka pemerintah sudah waktunya mencermati Syiah ini.*
*Penulis adalah anggota MIUMI Jatim
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: