Syiahindonesia.com - Di paruh abad ketiga Hijriyah, kelompok ini mengalami perkembangan yang sangat segnifikan, yang tidak cukup ruang untuk menjelaskan masalah ini. Ketika itu muncul pula tiga sekte besar lainnya, masing-masing sekte mengklaim kelompoknyalah yang paling benar, meskipun mereka saling berselisih dalam keyakinan, prinsip dan hokum bahkan di setiap perkara. Ketiga sekte besar ini adalah sekte Syiah Itsna Asyariyah, Isma’iliyah dan Qaramithah. Konflik selalu terjadi antara mereka dengan ahlisunnah, meskipun hal itu juga terjadi antara kelompok mereka sendiri, wajar mengingat ketiganya tidak memiliki kesesuaian antara satu dengan yang lain dan tumbuh kembang dari memperturutkan hawa nafsu dan bid’ah-bid’ah dalam agama.
Sampai tahap ini, kelompok-kelompok tadi hanyalah gerakan perusuh dan pengacau dalam umat Islam, dan belum memiliki kekuasaan yang mampu mengatur jalannya sejarah. Namun seiring berakhirnya abad ketiga Hijriyah dan permulaan abad keempat Hijriyah, gerakan ini mulai berubah drastis dan menimbulkan dampak yang sangat membahayakan.
Sekte Qaramithah adalah sekte yang paling cepat dalam upaya menguasai pemerintahan, mengingat sekte ini sangat bengis dan kejam. Di samping itu, salah seorang da’I mereka Rustum bin Al Husain berhasil menyebarkan ajarannya ke Yaman dan mendirikan Daulah Qaramithah disana. Kemudian ia mulai mengirim koresponden ke tempat yang berbeda-beda, bahkan korespondennya sampai ke wilayah Maroko. Akan tetapi daulah ini segera lenyap, seiring munculnya seekte Qaramithah model baru, di wilayah Jazirah Arab, khususnya di Bahrain (Bahrain bukanlah kerajaan Bahrain sekarang ini, akan tetapi wilayah timur Jazirah Arab). Di wilayah ini berdiri daulah Qaramithah yang mengancam stabilitas kaum Muslimin. Mereka melakukan pembantaian terhadap para jama’ah haji. Salah satu perbuatan keji mereka adalah penghancuran terhadap masjidil haram pada hari Tarwiyah tahun 317 H, membunuh semua Jama’ah haji di Al Haram dan mencuri hajar Aswad setelah menghancurkannya. Kemudian membawa Hajar Aswad ke ibukota mereka di Hajar, timur Jazirah Arab selama 22 tahun, dan baru mengembalikannya di tempat asli di Ka’bah pada tahun 339 H.
Sampai tahap ini, kelompok-kelompok tadi hanyalah gerakan perusuh dan pengacau dalam umat Islam, dan belum memiliki kekuasaan yang mampu mengatur jalannya sejarah. Namun seiring berakhirnya abad ketiga Hijriyah dan permulaan abad keempat Hijriyah, gerakan ini mulai berubah drastis dan menimbulkan dampak yang sangat membahayakan.
Sekte Qaramithah adalah sekte yang paling cepat dalam upaya menguasai pemerintahan, mengingat sekte ini sangat bengis dan kejam. Di samping itu, salah seorang da’I mereka Rustum bin Al Husain berhasil menyebarkan ajarannya ke Yaman dan mendirikan Daulah Qaramithah disana. Kemudian ia mulai mengirim koresponden ke tempat yang berbeda-beda, bahkan korespondennya sampai ke wilayah Maroko. Akan tetapi daulah ini segera lenyap, seiring munculnya seekte Qaramithah model baru, di wilayah Jazirah Arab, khususnya di Bahrain (Bahrain bukanlah kerajaan Bahrain sekarang ini, akan tetapi wilayah timur Jazirah Arab). Di wilayah ini berdiri daulah Qaramithah yang mengancam stabilitas kaum Muslimin. Mereka melakukan pembantaian terhadap para jama’ah haji. Salah satu perbuatan keji mereka adalah penghancuran terhadap masjidil haram pada hari Tarwiyah tahun 317 H, membunuh semua Jama’ah haji di Al Haram dan mencuri hajar Aswad setelah menghancurkannya. Kemudian membawa Hajar Aswad ke ibukota mereka di Hajar, timur Jazirah Arab selama 22 tahun, dan baru mengembalikannya di tempat asli di Ka’bah pada tahun 339 H.
Sementara Sekte Isma’iliyah mendapatkan wilayah Maroko sebagai tempat yang sesuai untuk menyebarkan ajarannya. Ajaran Rustum bin Al Husain dari sekte Qaramithah yang memerintah Yaman ini mulai tersebar melalui seorang laki-laki bernama Abdullah As Syi’i. Kita sama-sama tahu bahwa kedua sekte ini, yaitu Isma’iliyah dan Qaramithah adalah sekte yang sama-sama mengklaim imamah Isma’il bin bin Ja’far Ash Shadiq. Karena itu, salah seorang cucu Maimun Al Qaddah yang bernama Ubaidillah bin Al Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Maimun Al Qaddah, ketika mendapat kesempatan emas untuk mendirikan daulah Qaramithah di Maroko, ia segera ke sana, kemudian bersama sejumlah pengikutnya ia mengumumkan mendirikan daulah Isma’iliyah, menggelari dirinya sebagai Al Mahdi, megklaim bahwa dia adalah imam yang mengusung sekte Syiah Isma’iliyah, menganggap dirinya dari anak cucu Muhammad bin Isma’il bin Ja’far Ash Shadiq. Bahkan ia menganggap para imam sebelumnya dari keturunan Isma’il bin Ja’far Ash Shadiq tersembunyi. Agar ia mendapatkan pengakuan di hati masyarakat, ia kemudian menamai daulah ini dengan daulah “Fathimiyah” yang dinisbatkan secara dusta kepada Sayyidah Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun sebenarnya ia adalah seorang Yahudi tulen.
Ajaran Isma’iliyah sangat cepat tersebar dengan memanfaatkan kejahilan dan simpati manusia, kemudian mulai berekspansi (memperluas wilayah) hingga berhasil menguasai seluruh wilayah utara Afrika, dengan menyebarkan bid’ah-bid’ah serta kemungkaran-kemungkaran, mencela para sahabat, menyatakan akidah hulul, reinkarnasi dan keyakinan-keyakinan batil lainnya. Bahkan pada tahun 359 H, ekspensi daulah ini sampai berhasil menginvasi dan menjajah Mesir, dibawah komando panglima mereka Jauhar As Shaqli Al Isma’ili pada zaman Al Mu’iz Lidinillah Al Ubaidi (seharusnya daulah Al Ubaidiyah, yang dinisbatkan kepada Ubaidillah Al Mahdi, bukan daulah Fathimiyah). Kemudian Al Mu’iz Lidinillah memasuki Mesir, mendirikan kota Kairo dan membangun masjid Al Azhar untuk menyebarkan Madzhab Syi’ah Isma’iliyah di sana. Ia juga membantai ulama-ulama Sunni, terang-terangan mencela sahabat. Hal ini terus dilanjutkan oleh para imam Isma’ilyah setelahnya, bahkan diantara mereka ada yang sampai kepada pemikiran gila dengan menganggap dirinya sebagai Tuhan, seperti Al Hakim Biamrillah. Mereka juga memperbanyak membangun masjid untuk menyebarkan madzhabnya, dan tetap menguasai Mesir, Syam dan Hijaz selama dua abad lamanya, sampai akhirnya Shalahuddin Al Ayyubi datang menghentikan keburukan kelompok ini pada tahun 567 H, dan membebaskan Mesir dari penjajahan sekte Syiah Isma’iliyah. (Nisyi/Syiahindonesia.com)
Sumber: As-Syiah Nidhol am Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.
Baca
artikel selengkapnya di SEJARAH
KARBALA tafhadol
Ajaran Isma’iliyah sangat cepat tersebar dengan memanfaatkan kejahilan dan simpati manusia, kemudian mulai berekspansi (memperluas wilayah) hingga berhasil menguasai seluruh wilayah utara Afrika, dengan menyebarkan bid’ah-bid’ah serta kemungkaran-kemungkaran, mencela para sahabat, menyatakan akidah hulul, reinkarnasi dan keyakinan-keyakinan batil lainnya. Bahkan pada tahun 359 H, ekspensi daulah ini sampai berhasil menginvasi dan menjajah Mesir, dibawah komando panglima mereka Jauhar As Shaqli Al Isma’ili pada zaman Al Mu’iz Lidinillah Al Ubaidi (seharusnya daulah Al Ubaidiyah, yang dinisbatkan kepada Ubaidillah Al Mahdi, bukan daulah Fathimiyah). Kemudian Al Mu’iz Lidinillah memasuki Mesir, mendirikan kota Kairo dan membangun masjid Al Azhar untuk menyebarkan Madzhab Syi’ah Isma’iliyah di sana. Ia juga membantai ulama-ulama Sunni, terang-terangan mencela sahabat. Hal ini terus dilanjutkan oleh para imam Isma’ilyah setelahnya, bahkan diantara mereka ada yang sampai kepada pemikiran gila dengan menganggap dirinya sebagai Tuhan, seperti Al Hakim Biamrillah. Mereka juga memperbanyak membangun masjid untuk menyebarkan madzhabnya, dan tetap menguasai Mesir, Syam dan Hijaz selama dua abad lamanya, sampai akhirnya Shalahuddin Al Ayyubi datang menghentikan keburukan kelompok ini pada tahun 567 H, dan membebaskan Mesir dari penjajahan sekte Syiah Isma’iliyah. (Nisyi/Syiahindonesia.com)
Sumber: As-Syiah Nidhol am Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.
Post A Comment:
0 comments: