Maret 2016

Ahmedinejad Yahudi SyiahAntiLiberalNews – Ustadz Yusuf  Utsman Baisa, Ketua DPP Al-Irsyad menyatakan bahwa gerakan syiah memiliki agenda tersembunyi untuk mengembalikan kejayaan imperium ‘Persia Raya’.
“Hidden agenda syiah adalah ingin mengembalikan imperium Persia Raya. Untuk mewujudkannya mereka memakai strategi merubah sejarah, propaganda media massa. Divide Et Impera, kerjasama dengan Yahudi, mencari simpati dunia,” tutur Ustadz Yusuf seperti dilansir Kiblat.
Tabligh Akbar yang diadakan oleh Yayasan Masjid Mujahidin pada Ahad, 25 Mei 2014 dihadiri lebih dari 1.200 muslimin/muslimat dari berbagai kota di Jawa Timur. Bahkan, ada sebagian jamaah datang dari Jawa Tengah.
Jelang dilangsungkannya acara Tabligh Akbar ini situasi sempat terganggu saat spanduk publikasi acara yang dipasang di depan Masjid Al-Irsyad dirusak oleh oknum tak dikenal.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Acara ini menghadirkan tiga pembicara yaitu Ust. Yusuf Utsman Baisa, Lc (Ketua DPP Al Irsyad), Habib Ahmad bin Zein Alkaff (A’wan NU Jatim) dan Prof. DR. Habib. Muhammad Baharun, SH, MA, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat.
Red: Randy

Kompas SyiahSetelah penyelidikan, polisi Indonesia menangkap dua bersaudara Abdulkadir bin Ali Alhabsyi dan Husein bin Ali Alhabsyi yang dituding sebagai pelaku peledakan Candi Borobudur ini. Namun, otak peledakan Ibrahim alias Muhammad Jawad alias Kresna tidak pernah tertangkap.
AntiLiberalNews – Gerakan syi’ah di Indonesia juga memiliki tujuan politis untuk melengserkan penguasa dengan menciptakan situasi kerusuhan dan instabilitas politik. Seperti revolusi yang terjadi di Iran pada tahun 1979, dan saat ini tengah berlangsung di Bahrain.
Di Indonesia, gerakan syiah pernah terbukti terlibat dalam berbagai kasus peledakan. Menurut Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat, Prof. DR. Habib Muhammad Baharun, inilah bukti bahwa Syiah membahayakan keamanan NKRI.
“Salah satu bukti bahaya syiah membahayakan keamanan negara adalah ketika tahun 1984 terjadi peledakan Borobudur dan dua gereja di Malang serta bom yang akan diledakkan di Bali, meledak dalam perjalanan diatas Bus Pemudi di Paiton Probolinggo. Hal ini terkuak di PN Malang bahwa pelakunya adalah anak-anak muda yang terinspirasi oleh Revolusi Iran, buku-buku dan kaset-kaset ceramah tokoh-tokoh syiah,” ujar Habib Baharun dalam Tabligh Akbar bertajuk “Persatuan Ahlussunnah wal Jamaah dalam Membendung Aliran Sesat Syiah” di Masjid Mujahidin Perak, Surabaya, pada Ahad, (25/05) Seperti dilansir Kiblat.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Guru Besar Sosiologi Agama ini juga memperingatkan gerakan Syiah yang sudah membangun kekuatan secara sistemik. Kelompok Syiah di Indonesia telah membangun ratusan yayasan, semua lini dimasuki, termasuk parpol, menginfiltrasi ormas-ormas Islam dengan memunculkan sentimen masalah khilafiyah, lanjutnya.
“Disadari atau tidak disadari, kita tidak punya strategi menghadapi syiah, ibarat orang menembak sudah habis pelurunya tapi tidak ada yang tepat sasaran, kekuatan kita seperti buih karena terpecah belah dan disibukkan dengan urusan-urusan kecil,” wanti beliau.
Red: Randy

ust-farid-ahmad-okbahAntiLiberalNews | Underground Tauhid – Agama takfiri Syiah itu seperti kelelawar yang keluar hanya saat gelap. Pernyataan itu disampaikan Ustadz Farid Achmad Okbah dalam kajian “Data dan Fakta Syiah di Indonesia” pada Ahad (15/6) di Masjid Mujahidin Surabaya.
“Syiah itu tidak ubahnya kelelawar. Dia keluar saat gelap, yaitu saat umat Islam lalai,” jelasnya.
Aktivis MIUMI Pusat tersebut juga menekankan bahwa ajaran Syiah itu sangat lemah dan mudah untuk dibantah kebenarannya.
“Mereka (Syiah) itu lemah. Makanya kalau kelelawar itu dibawakan lampu senter, lalu kita arah ke wajahnya, takut dia,” tambahnya.
Rapuhnya ajaran takfiri Syiah, menurut beliau juga dibuktikan saat ini sudah banyak ulama-ulama besar Syiah yang bertaubat dan masuk Sunni. Sedangkan belum pernah sepanjang sejarah ada ulama besar Sunni yang murtad dan masuk Syiah.
“Ajaran Syiah itu rapuh! Buktinya sepanjang sejarah banyak ulama-ulama besar Syiah yang tobat dan masuk Sunni. Sedangkan tidak pernah ada ulama besar Sunni yang masuk Syiah!” jelasnya.
Menurut lulusan Master jurusan Politik Islam tersebut, berkembangnya Syiah di Indonesia ini bukan karena kehebatan ajarannya, bukan juga karena kehebatan dakwahnya, tapi karena diamnya umat Islam.
Sebelum menutup acara, beliau menyemangati para pemuda yang hadir di kajian tersebut, “Pemuda-pemuda harus berani tampil membela Islam!”

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Kajian tersebut dihadiri lebih dari 300 jamaah. Panitia secara suka rela membagikan dua buku tentang kesesatan dan bahaya ajaran takfiri Syiah untuk seluruh peserta yang hadir. Pembicara lain yang ikut memberikan materi tentang Syiah adalah seorang mantan penganut Syiah yang kini sudah bertaubat, Ustadz Basuki Rahmat, dan satu orang lagi adalah mahasiswa Irak yang pernah melakukan studi di Suriah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka ketika berinteraksi dan menjadi saksi kesesatan Syiah yang pernah mereka temui.*[Underground Tauhid]

unsyiah12AntiLiberalNews – Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) akan berganti nama untuk menghilangkan anggapan dunia internasional yang mengindentikan kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh ini dengan aliran  aliran Syi’ah. Demikian lansir JPPN (01/07).
Guna memuluskan langkah itu, Unsyiah akan menggelar diskusi publik untuk mendengar pendapat berbagai pihak atas wacana pergantian nama universitas tersebut.
Acara diskusi publik ini akan dilangsungkan Rabu (02/06) di Gedung AAC Dayan Dawood, Unsyiah.
Para peserta diskusi yang diundang untuk hadir dalam acara penting ini adalah para pejabat Muspida Provinsi Aceh, para alumni Unsyiah, para pemangku kepentingan, serta seluruh civitas akademika Unsyiah. Forum diskusi ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tentang perlu tidaknya Unsyiah melakukan penggantian nama.
Wacana penggantian nama universitas tertua di Aceh ini terungkap dalam pidato Rektor Unsyiah, Prof Dr Ir Syamsul Rizal MEng, saat melantik pengurus Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unsyiah periode 2014-2016, di Banda Aceh, Rabu (25/6).

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Sebelumnya, wacana tersebut disuarakan oleh beberapa pihak dalam berbagai diskusi, baik di dunia maya maupun dalam diskusi langsung. Unsyiah menerima beberapa laporan dari masyarakat bahwa nama Unsyiah di luar Aceh dan bahkan di luar negeri kadang diidentikan dengan aliran Takfiri Syi’ah, yaitu salah satu aliran sinkretisme antara majusi dan yahudi yang tidak diterima di Indonesia.
Nama “Universitas Syiah Kuala” diambil dari nama salah satu ulama besar Aceh zaman dulu, yaitu Syech Abdurrauf As-Singkili, atau juga dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala. Nama perguruan tinggi ini secara resmi tertabalkan sejak awal dengan kata “Syiah Kuala”, yaitu sejak tanggal 2 September 1959.
Prof. Samsul juga mengundang secara terbuka semua pihak yang tertarik untuk mengikuti acara diskusi publik ini.
Red: Abu Umar Al Informatiky

Ustadz Abu QotadahAntiLiberalNews – Ustadz Abu Qotadah, pengasuh Ponpes Ihya As Sunnah Tasikmalaya, berkesempatan hadir sebagai narasumber seminar Koepas.
Acara seminar yang bertemakan “Syiah, Antara Gerakan Politik & Agama” tersebut berlangsung di aula 34 Masjid Istiqlal pada hari Selasa (24/6) seperti dilansir situs resmi Koepas.
Pada sesi tanya jawab, Ustadz Abu Qotadah mendapatkan pertanyaan mengenai eksistensi Syiah Zaidiyah, beliau pun menjawab bahwa Syiah Zaidiyah dalam bentuk komunitas pada zaman ini tidak ada termasuk yang di Yaman dan Bahrain. Kemudian beliau menyinggung bahwa Syiah yang ada di Indonesia saat ini adalah Syiah Rafidhah Imamiyah yang divonis sesat oleh para Ulama, adapun Syiah Zaidiyah in syaa Allah hampir bisa dipastikan tidak ada.
“Tidak ada Syiah Zaidiyah di indonesia, yang ada hanya Syiah Rafidhah Imamiyah!” tegasnya.
Red : WJ

ust-farid-ahmad-okbahAntiLiberalNews | Kiblat – Ajaran takfiri Syiah yang telah berkembang pesat saat ini sejatinya berasal dari Yahudi. Tapi umat Islam dibuat bingung, karena mereka juga kerap berkoar “melawan Yahudi”, apakah ini sebuah kontradiksi?
“Pasti!” Demikian tegas ulama kelahiran Bangil, Jawa Timur yang telah lama menekuni ajaran dan gerakan Syiah, Ustadz Farid Ahmad Okbah.
Menurut Ustadz Farid Ahmad Okbah, Abdullah bin Saba ialah seorang Yahudi. Ia diyakini sebagai pendiri awal ajaran Syiah. Keberadaannya diakui oleh sumber Syiah maupun Ahlussunnah. Meskipun, ada sebagian orang Syiah di zaman sekarang yang mencoba untuk menafikan Abdullah bin Saba sebagai sosok yang dianggap fiktif.

“Murtadha Al-Asykari, sala

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Hanya masalahnya, umat Islam saat ini perlu disadarkan. Bahwa ajaran takfiri Syiah berasal dari seorang Yahudi yang mengaku-ngaku Muslim dan membuat kerusakan di dalam tubuh umat Islam. Maka, propaganda bahwa Syiah itu anti Yahudi harus dipertanyakan.
“Dari penelitian yang kita dapat dari kaum Yahudi di luar negeri Israel itu justru terbesar adanya di Iran. Laporan yang kita dapat tentang jumlah kaum yahudi yang ada di negeri Israel itu dua pertiganya dari Iran. Makanya, sinagog di Teheran itu kira-kira ada belasan,’ ujarnya.
Menurut beliau, apa yang terbongkar dalam kerjasama Amerika-Iran-Yahudi dalam skandal Iran Gate dulu, itu satu bukti tersendiri bahwa mereka sebenarnya saling bekerja sama. Skandal Iran Gate atau yang dikenal dengan Iran Contra itu telah terjadi sejak masa pemerintahan Ronald Reagan pada tahun 1985-1987.
“Sekarang bicara kenyataannya saja, nggak perlu jauh-jauh. Biarlah kenyataan berbicara. Saat ini kaum muslimin di Jalur Gaza dibantai oleh bangsa kera Yahudi, lalu mana bukti pembelaan syiah yang mengaku-ngaku membela Al-Quds itu,” tukasnya.
“Ahmadinejad pernah mengatakan Israel akan hilang dari peta, mana buktinya omongan-omongan itu? Gak ada buktinya semua. Tidak ada buktinya sama sekali bahwa mereka itu berani melawan Yahudi Israel itu,” seru pengurus MIUMI pusat ini.
Justru yang terjadi, kelompok syiah malah menguatkan posisi AS-Israel. Beliau mencontohkan Pembantaian Shabra Shatilla yang terjadi di Selatan Lebanon. Di mana kaum muslimin Palestina yang berada di kamp pengungsi justru malah dibantai oleh kelompok Syiah Gerakan Amal, yang kemudian berganti nama menjadi Hizbullah.
“Itu justru mengikuti kepentingan Yahudi. Itu yang harus diingatkan kepada umat Islam bahwa gerakan Yaumul Quds yang mengatakan pembelaan terhadap Palestina ini hakikatnya adalah palsu dan itu hanya menyesatkan opini umat Islam terhadap syiah,” tutup beliau. [Bunyanun Marsus & Fajar Shadiq/Kiblat]
Red : Wijat

Syiah VOPAntiLiberalNews – Selama ini para agamawan Syiah di Iran terlihat menggebu-gebu dan penuh semangat membahas konflik di Palestina, demikian juga media-media Syiah membesar-besarkan peran Iran sebagai negara yang serius untuk memerdekakan tanah Palestina dan mensucikan Masjid Al Aqsha dari tangan-tangan kotor Yahudi.
Untuk menunjukkan tujuan mulia ini Iran mempersenjatai sebagian faksi-faksi pejuang Palestina, dan setiap tahunnya mengadakan peringatan solidaritasn“Hari Al Quds Internasional”, semua ini untuk menunjukkan betapa pedulinya mereka terhadap konflik Palestina.
Di Indonesia sendiri Syiah melalui organisasi Voice Of Palestina gencar melakukan penggalangan dana dan demonstrasi mendukung kemerdekaan Palestina…  namun apa sebenarnya hakekat dari semua klaim yang diumbar Syiah ini?
-Ironis, Masjid Al Aqsha Ternyata Bukan di Al Quds


Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Mustahil bagi Syiah untuk membebaskan masjid Al Aqsha karena sebab yang sepele, mereka meyakini bahwa masjid Al Aqsha berada di langit, bukan di Al Quds As Syarif.
Ahli hadits Syiah, Muhammad Baqir Al Majlisi mengatakan: “Dari Abi Abdillah Alaihi As Salam, dia berkata mengenai masjid-masjid yang memiliki keutamaan: Masjidil Haram, Masjid Ar Rasul Shollallahu Alaihi wa Sallam, aku pun bertanya: Apakah Masjid Al Aqsha dijadikan untukmu? Dia menjawab: Masjid Al Aqsha berada di langit, itulah masjid yang Rasul diisra’kan kepadanya, aku berkata: Manusia menyebutnya dengan sebutan Baitul Maqdis, Dia menjawab: Masjid Kufah (Irak) jauh lebih utama darinya.” (Biharul Anwar 405/97)
Sementara Marja’ Syiah Kontemporer, Ja’far Murtadho Al Amili menyatakan: “Bahwa ketika Umar memasuki Baitul Maqdis saat itu disana tidak terdapat masjid sama sekali, apalagi masjid Al Aqsha”. (Shohih Min Siroti An Nabi Al A’dhom 3/137).
Dia juga berkata: “Bahwa masjid Al Aqsha yang terjadi padanya peristiwa Isra’ Rasul, dan mendapatkan berkah dari Allah yang ada di sekitarnya, maka itu berada di langit”. (Shohih Min Siroti An Nabi Al A’dhom 3/106)
Al Amili sendiri mendapatkan penghargaan di Iran atas buku yang dia karang, presiden Iran langsung yang memberikan hadiah penghargaan tersebut  yaitu presiden Ahmadinejad.
Masih banyak dalil-dalil lainnya yang menafikan keberadaan Baitul Maqdis di Palestina menurut Syiah.
-Syiah Sangat Membenci Para Pahlawan Palestina
Semua tokoh besar Islam yang memiliki kaitan langsung dengan Palestina, penaklukan Palestina, dan pembebasan Palestina seperti Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khotthob, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Amru bin Al Ash, Nuruddin Mahmud Zanki dan Shalahuddin Al Ayyubi semoga Allah meridhoi mereka semua.. Semua tokoh ini amat dibenci oleh Syiah dan mereka memendam kedengkian yang mendalam!
-Pembantaian Warga Palestina di Lebanon
Jika mereka memang peduli dan berjuang untuk menolong dan membebaskan Palestina maka tidak mungkin membunuh dan menyembelih warga Palestina dengan sadis di kamp pengungsian Beirut, Lebanon dan juga di Baghdad.
Apakah anda ingat pembantaian Syiah terhadap pengungsi Palestina di Kamp Shabra Syatila dan Burj Al Barajinah di Beirut di bulan Mei 1985 M.
Para pengkhianat dari Gerakan Amal Syiah dengan bantuan dari saudara mereka Duruz dan Syiah Nushairiyah serta Nashrani melakukan pembantaian paling brutal dalam sejarah Lebanon modern, mereka membunuh laki-laki, wanita dan anak-anak, juga membumihanguskan rumah sakit serta panti jompo tanpa belas kasihan sama sekali. Ingatlah selalu tragedy ini!
*”Korban jiwa yang berjumlah besar dari warga Palestina terbunuh di rumah sakit Beirut, sebagian mayat Palestina tersebut dalam keadaan kepala terpenggal”. (Sunday Telegraf, 27 Mei 1985)
*”Pasukan dari gerakan Amal melakukan pembantaian pada salah satu kamp pengungsi yang berisi ratusan lansia, anak-anak, dan wanita dalam sebuah operasi pembantaian yang keji dan barbar. (Harian Kuwait Al Wathan, 27 Mei 1985)
*”Milisi Amal mengumpulkan puluhan korban luka dan warga sipil selama 8 hari dari pertempuran di kamp 3 dan membunuh mereka”. (Associated Press Agency, 28 Mei 1985)
Inilah kedengkian dan dendam Majusi (Syiah) terhadap Ahlus Sunnah wal Jama’ah sejak pengkhianatan Ibnu Al Alqami hingga Nabih Barri, kemudian mereka justru mengumandangkan: pembebasan Palestina!!
Belum lagi ditambah pembantaian warga Palestina yang berada di Irak selama ekspansi Amerika dan Iran terhadap Irak yang berlangsung dari 2003 – 2006.
Setelah semua fakta yang mengungkapkan bagaimana perlakuan Syiah terhadap Palestina masihkah anda percaya bahwa Syiah peduli Palestina?!
Sumber : As Syiah wa Filisthin, Ar Rasail Al Bahrainiyah fil Masail As Syi’iyah (34). (Koepas)

sujud-pd-khumainiOleh : Kholili Hasib
AntiLiberalNews – Dalam buku Buku Putih Madzhab Syiah yang diterbitkan oleh ormas Syiah ABI (Ahlul Bait Indonesia), ABI melayangkan tawaran untuk merakit persatuan umat. Dikemukakan dalam pengantarnya: “Buku putih ini, dan upaya merakit persatuan umat, adalah dua hal yang menyatu. Buku Putih Mazhab Syiah ini memuat uraian-uraian untuk kesefahaman demi kerukunan umat Islam. Tidak aka nada persatuan dan kerukunan, kalau tidak ada kesefahaman”, tulis Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam pengantarnya.
Ajakan berdamai antara Ahlussunnah dan Syiah seperti tertulis dalam buku tersebut diharapkan diungkapkan sepenuh hati, bukan sekedar retorika taqiyah. Kata kunci tawaran damai itu adalah “kesefahaman antara Sunni-Syiah”.
Memang, perdamaian Ahlussunnah dengan Syiah harus diselesaikan dengan konsep toleransi, bukan konsep ukhuwah. Karena, ukhuwah dibangun hanya untuk kepada kelompok-kelompok yang satu dalam bidang ushul akidah. Sedangkan harmonisasi kehidupan antar agama atau kelompok yang berbeda keyakinan diselesaikan dengan toleransi (samahah).

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Ciri khas Ahlussunnah menjaga kolektifitas umat dalam payung ukhuwah. dicontohkan para ulama salaf, mereka menjauhi perpecahan, menginggalkan sikap saling mengkafirkan sesama Ahlussunnah, membid’ahkan, dan memfasikkan dalam perkara-perkara yang sifatnya furu’. Perbedaan pendapat di antara mereka tidak sampai menimbulkan tafarruq  dan terkotak-kotak menjadi beberapa golongan yang saling bermusuhan. Sesama Ahlussunnah berbeda dalam bidang furu. Karena itu tidak boleh ada term “kafir” atau “sesat”.
Sedangkan, perbedaan kepada agama lain atau kelompok yang ajarannya berbeda dalam bidang ushul, maka term yang tepat digunakan adalah “kafir” atau “sesat”. Namun, dalam konsep toleransi, yang kafir atau sesat bukan berarti harus dibunuh, diserang dan disakiti.
Harmonisasi toleransi seperti itu bisa dicapai, jika masing-masing tidak ada caci maki, mencela atau menodai agama.
Dalam konteks isu Syiah ada satu harus diselesaikan untuk membangun toleransi ini. Syiah melaknat istri-istri Nabi dan sahabat, sendangkan Sunnah menghormatinya bahkan mendoakan dengan ungkapan “radhiallahu anhum” sesuai petunjuk al-Quran, sedangkan mereka mengatakannya dengan kutukan “laknatullah alayhim”.
Bagaimana dengan buku-buku Syiah yang berisi doktrin radikalisme, fitnah, laknat dan cacian terhadap sahabat dan kaum Muslimin? Syiah Indonesia berapologi bahwa ajaran itu tidak mewakili mayoritas dan jumhur Syiah.
Jika saja Syiah tidak mengakui ajaran pelaknatan tersebut, pertanyaannya kenapa mereka masih memuji-muji dan mengakui otoritas ulama Syiah yang terang-terangan melaknat dan mengkafirkan Syiah? Jangankan Syiah dahulu, tokoh Syiah yang kontemporer seperti Khumaini dalam buku-bukunya jelas tanpa perlu ditakwil telah menyesatkan para Sahabat Nabi Saw. Ini bukti bahwa Syiah dahulu dengan Syiah kontemporer adalah sama. Harusnya Syiah jika meralat ajaran laknat Sahabat, mereka membakar buku-buku Syiah yang berisi laknat dan bersama-sama ikut Ahlussunnah yang mencintai semua Sahabat.
Ajaran caci maki Sahabat inilah yang melahirkan radikalisme pengikut Syiah. Di sampaing disemangati oleh revolusi Iran, doktrin caci maki Sahabat yang mendarah daging tersebut membuat seorang Syiah menjadi ‘terbakar’ dan ingin melakukan ekspansi seluas-luasnya.
Pada rentang tahun 1984 sampai 1985, publik Indonesia ramai dengan berita pengeboman gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang dan Candi Borobudur Megelang Jawa Tengah. Pelakunya adalah pemuda Syiah, yaitu Jawad dan Husein al-Habsyi. Keduanya ditangkap dan diadili. Dalam pengakuanya, Husein mengatakan ingin menjadi imam di Indonesia seperti Khomeini di Iran.
Pada ceramah-cerahmahnya terekam, Husein kerap meniru ucapan Khomeini: “ … tidak Timur dan tidak Barat, tidak Sunni dan tidak Syiah, tetapi pemerintahan Islami …”.
Radikalisme pemuda tersebut disulut oleh gerakan Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini. Apalagi Khomeini pernah menulis dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah bahwa penegakan pemerintahan Islam (pemerintah berdasarkan Imamah Syiah) menjadi keharusan hingga saat ini (baca Ayatullah al-Khumainy,al-Hukumah al-Islamiyah, hal. 26).
Ayatullah Khomeini merupakan tokoh Syiah kontemporer yang menjadi rujukan Iran dan Syiah Imamah di dunia hingga kini. Kenyataannya, radikalisme ajaran Khomeini tidak memiliki perubahan signifikan dengan para pendahulu Syiah.
Khomeini dalam bukunya Tahrir al-Washilah mengatakan, “Dan pendapat yang kuat bahwa al-nasibi (Sunni) didudukkan sebagai musuh dalam peperangan. Harta bendanya halal diambil sebagai ghanimah dengan menyisihkan seperlimanya. Bahkan jelas sangat dibolehkan mengambil hartanya di mana pun berada dengan cara apapun serta kewajiban mengeluarkan seperlimanya” (Ayatullah al-Khomeini,Tahrir al-Washilah, I/hal. 352).
Henry Shalahuddin dalam Jurnal ISLAMIA Vol. VIII No. 1 tahun 2013 menulis artikel berjudul “Syiah, Gerakan Takfiri”. Diulas oleh Henry bahwa fitnah keji dilemparkan oleh Khomeini kepada para sahabat Rasulullah saw. Khomeini berpendapat bahwa Aisyah, Talhah, Zubair dan Mu’awiyah serta orang-orang sejenis yang menjadi pengikutnya secara lahiriyah tidak najis, tapi mereka menurut Khomeini lebih buruk dan menjijikkan daripada anjing dan babi. Ia mengatakan, “wa inkanu akhbas min al-kilab wa al-khanazir”. (Ayatullah Khomeini,Kitab al-Thaharah, III/hal. 457).
Sedangkan ulama’ Ahlussunnah disebut telah keluar dari jalur al-Qur’an dan al-Sunnah. Tokoh Syiah bernama Muhammad al-Tijani mengatakan, “Anna a’immatal madzahibi al-arba’ah min ahlis sunnah hum aidhan khalafu kitaballahi wa sunnatinnabiy” (sesunnguhnya empat imam madzhab Ahlussnnah juga telah menyalahi al-Qur’an dan hadis).
Lebih keji lagi imam Abu Hanifah dan Imam Malik disebut telah berbuat bid’ah dalam madzhabnya dan meninggalkan imam pada zamannya (Muhammad al-Tijani,al-Syiah hum Ahlussunnah, hal. 88).
Fakta-fakta pustaka Syiah yang berbau radikal dan takfir seperti tersebut di atas cukup melimpah. Apalagi jika kita menelaah karya tokoh-tokoh klasiknya yang cenderung lugas dan blak-blakan daripada yang kontemporer yang cenderung bersiasat dengan taqiyah. Meskipun agak tertutup, tokoh kontemporer pada akhirnya tidak bisa menyembunyikan ajaran aslinya, seperti Ayatullah Khomeini.
Kampanye Khomeini untuk mengekspor revolusi Syiahnya kabarnya disambut oleh sejumlah pemuda Syiah Indonesia dengan berupaya membangun jaringan militansi. Laporan As’ad Said Ali — Wakil Ketua Umum PBNU — di web resmi NU www.nu.or.id pada 30 Mei 2005 dalam bentuk artikel berjudul “Gerakan Syiah di Indonesia” menulis bahwa Syiah Indonesia sedang membangun lembaga Marja’iyyat Taqlid seperti di Iran. Dalam laporannya, As’ad menyatakan bahwa jaringan militansi Syiah yang mengusuh kemutlakan kekuasaan politik Imamah meluas dalam bentuk pengkaderan. Para alumni Qom Iran mendirikan yayasan, melakukan mobilisasi opini, dan penyebaran kader ke sejumlah parpol.
“Dewasa ini Syiah Indonesia sedang berupaya membuat lembaga yang disebut marjaiyyad al-taqlidi, sebuah institutsi kepemimpinan agama yang sangat terpusat, diisi oleh ulama Syiah terkemuka dan memiliki otoritas penuh untuk pembentukan konstitusi Islam”, tulis As’ad.
Sehingga dengan data-data seperti ini, patut ditanyakan kesefahaman seperti apa yang dimaksud Syiah Indonesia? Jika ingin membangun kesefahaman untuk berdamai dengan Ahlussunnah, maka Syiah harus terlebih dahulu menyelesaikan keanehan dan radikalisme ajaran para tokoh-tokoh mereka. Jika, menolak apalagi membela para ulamanya tersebut maka, cukup rasional dikatakan bahwa tawaran untuk saling memahami dan berdamai tidak lebih dari retorika taqiyah belaka.
Tawaran damai dan saling membangun kesefahaman harus dimulai dari Syiah dulu, dengan membuang ajaran-ajaran penistaan, fitnah terhadap para sahabat saw dan ulama’ yang termaktub dalam kitab induk mereka, — baik yang klasik maupun kontemporer.
Selain itu, persoalan Syiah (termasuk di Indonesia) tidak bisa disederhanakan, misalnya Syiah ini perbedaan madzhab fikih. Lebih dari sekedar perbedaan akidah, namun konsep imamah (kekuasaan mutlak baik secara politis maupun keagamaan harus di bawah para imam) sangat rentan terjadinya benturan dalam kerangka Negara kesatuan Indonesia. Sebab, konsep imamah yang mutlak ini memiliki cita-cita untuk mewujudkan sebuah system pemerintahan Syiah. Sehingga, tawaran damai dan upaya membangun kesefahaman oleh Syiah makin sulit dinalar.
Penulis adalah peneliti InPAS Surabaya, anggota MIUMI Jatim

Alwi SyihabAntiLiberalNews – Tokoh berpaham liberal dan beragama takfiri Syiah, Alwi Syihab mengatakan bahwa konflik antara teroris Zionis Israel dan Muslim Palestina bukanlah masalah agama melainkan lebih bersifat duniawi.
“Ini bukan masalah agama. Kamu tahu orang Palestina itu ada yang Kristen, ada juga warga Yahudi yang tidak setuju dengan masalah ini,” kata Alwi Syihab pada acara 1000 Lilin untuk Palestina yang diselenggarakan oleh kaum “pengkultus” Jokowi-JK di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (11/7) seperti dilansir Detik.
Pada kesempatan yang sama, dia juga menyatakan bahwa masalah sebenarnya berakar dari sifat teroris Israel yang selalu meminta hal yang tidak masuk akal dan sulit dicapai.
“Di Indonesia harus diberi pencerahan bahwa ini bukan masalah agama,” tambahnya.
Red : WJ

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol

Benarkah Imam Syafi’i Mencintai Syiah?

al-imam-as-syafiiOleh : Ustadz Kholili Hasib
AntiLiberalNews – Sebuah tulisan aktivis liberal muncul dalam salah satu situs Ormas Syiah, IJABI belum lama ini. Dalam artikelnya ia menulis Imam Syafi’i sangat mencintai Syiah.
“Imam Syafi’i sangat mencintai Syiah (syadid al-tasyayyu’). Salah satu kecintaan Imam Syafi’i kepada Syiah ditunjukkan ketika fatwanya bertentangan dengan fatwa Imam Ali, maka Imam Syafi’i langsung mengubah fatwanya, dan memilih untuk mengikuti fatwa Imam Ali”, demikian klaimnya.
Benarkah demikian?

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Tulisan tersebut menukil pendapat sejarawan Ibnu Nadim al-Warraq dalam kitabnya “al-Fihrst”. Kesimpulan tentang tasyayyu’-nya Imam Syafi’i tersebut ternyata hanya berdasarkan dari satu sumber, yakni Ibnu Nadim. Itu pun tidak langsung merujuk kepada kitab Imam Syafi’i atau muridnya. Karena itu, kesimpulan tersebut masih ‘belum matang’ dan perlu penelusuran keutuhan pemikiran Imam Syafi’i.
Penelitian yang valid adalah membaca keseluruan pemikiran-pemikiran Imam Syafi’i. Setelah itu baru menyusun kesimpulan. Jika hanya sepotong yang diungkap, maka pemahaman kita pun menjadi tidak utuh.
Menurut sejumlah informasi, tidak seluruh kabar dari Ibnu Nadim al-Warraq bisa dipercaya (tsiqah). Ada kecenderungan tulisan-tulisan Ibnu Nadim al-Warraq condong kepada Syiah.
Seorang ulama Syiah Abbas al-Qummi mengatakan Ibnu Nadim adalah seorang Syiah, dengan menyematkan nama Ibnu Nadim dengan gelar “al-Syi’i al-Imamiy” ketika menceritakan biografinya (baca Abbas al-Qummi,al-Kunya wa al-Alqab, hal. 405).
Para ulama Ahlus Sunnah juga mengenalnya sebagai orang Syiah. Ibnu Hajar mengutip informasi dari Imam al-Dzahabi mengatakan, “Dia (Ibnu Nadim al-Warraq) adalah seorang sastrawan, beraliran Syiah dan Mu’tazilah” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Lisan al-Mizan jilid 6, hal. 559).
Imam Ibnu Hajar menambahkan bahwa setelah ia menelah karya-karya Ibnu Nadim, ia berkesimpulan Ibnu Nadim adalah seorang Rafidhah. Ibnu Nadim, tambah Ibnu Hajar, menyebut orang yang bukan Syiah sebagai ‘orang awam’.
Dengan informasi itu, Ibnu Nadim bukan sekedar tasayyu’ tetapi sudah Rafidhi. Karena itu, kesimpulan Ibnu Hajar, bahwa khabar Ibnu Nadim ghairu mautsuq (tidak dipercaya). Dalam sebagaian karyanya terdapat kebohongan (tentang status perawi beraliran Syiah dapat dibaca di Lisanul Mizan jilid I).
Dari sini, informasi Ibnu Nadim tetang tasayyu’¬-nya Imam Syafi’i perlu diberi catatan. Sebab, jika dikontraskan dengan pemikiran-pemikiran imam Syafii lainnya terdapat kontradiksi. Baik dari kitab manaqib Imam Syafii maupun informasi para murid dan ulama bermadzhab Syafiiyah menyaatakan bahwa Rafidah bagi Imam Syafii sudah final ditolak dan sesat.
Imam al-Syafi’i tidak sekedar mengeluarkan fatwa kewaspadaan, namun juga memutuskan larangan shalat di belakang Syiah Rafidhah.
Ideologi taqiyah, merupakan salah satu yang hal yang paling diwaspadai. Beliau mengatakan: “Saya tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang paling banyak berdusta dalam dakwaannya dan yang paling banyak bersaksi palsu dari pada Syiah Rafidhah” (Imam al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i I/hal.468).
Kelompok ini, menurut Imam al-Syafi’i harus dijauhi, termasuk dalam shalat. “Janganlah shalat di belakang orang Syiah Rafidhah, Qadariyah dan Murji’ah” (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’ 10/31).
Fatwa Imam Syafi’i tersebut diikuti oleh para pengikut madzhabnya. Imam Nawawi al-Dimasyqi, penulis Syarh ala Shahih Muslim mengatakan: “Aliran Syiah terlalu lemah dan logikanya terlalu rusak untuk sekedar disanggah atau didebat secara ilmiah” (Imam Nawawi al-Dimasyqi, Syarh ala Shahih Muslim jilid 8, hal. 145).
Imam Bukhari yang mengikuti madzhab Syafi’i, tentu tidak jauh fatwanya dengan imam Syafi’i. Beliau menilai Rafidhah masuk dalam ‘ring kekufuran’. Sehingga dikeluarkan larangan shalat di belakang mereka, menikahi mereka, mengantar jenazah dan mengucapkan salam kepada mereka.
Beliau mengatakan: “Saya tidak akan shalat di belakangan orang Jahmiyah dan Rafidhah, sama seperti saya tidak shalat di belakang Yahudi dan Nasrani. Tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka, menikah dengan mereka, menjenguk mereka, mengantar jenazahnya dan tidak memakan sembelihannya” (Imam al-Bukhari, Af’al al-Ibad, I/hal.148).
Al-Buwaitiy (murid Imam Syafi’i) bertanya kepada Imam Syafi’i, “Bolehkah aku shalat di belakang orang Syiah?” Imam Syafi’i berkata, “Jangan shalat di belakang orang Syi’ah, orang Qadariyyah, dan orang Murji’ah” Lalu al-Buwaitiy bertanya tentang sifat-sifat mereka, Lalu Imam Syafi’i menyifatkan, “Siapasaja yang mengatakan Abu Bakar dan Umar bukan imam, maka dia Syi’ah”. (Siyar A’lam al-Nubala 10/31).
Imam al-Ghazali, filsuf, teolog, faqih, dan ulama sufi bermadzhab Syafi’i menceritakan dalam kitabnya: “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar r.a, maka berarti dia telah menentang dan merusak ijma’ kaum Muslimin.
Padahal tentang diri mereka (para Sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”(Imam al-Ghazali,Fadhaih al-Batiniyah, hal. 149).
Para ulama dan pengikut madzhab Syafi’i tidak ada yang menginformasikan bahwa Imam Syafi’i seorang yang mencintai Syiah. Tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah vonis yang batil tidak memiliki sandaran sanad dan matan-nya.
Salah satu alasan klaim Syiah adalah ucapan Imam Syafii yang berbunyi: “Jika Rafidhah itu adalah cinta keluarga Nabi, maka saksikanlah bahwa aku ‘Rafidhi’. Ucapan Imam Syafi’i ini sebetulnya ada kelanjutannya. Di bait berikutnya, beliau mengatakan, “Jika Nawasib itu adalah mencintai Sahabat, maka saksikanlah bahwa aku adalah ‘Nasibi”. Sedangkan nawasib adalah julukan yang diberikan oleh orang Syiah terhadap kelompok non-Syiah. Nawasib menurut Syiah pembenci Ahlul Bait.
Imam Syafii adalah seorang Imam Ahlus Sunnah pecinta Ahlul Bait, sekaligus pecinta Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Kalimat “Jika Rafidhah itu adalah cinta keluarga Nabi, maka saksikanlah bahwa aku ‘Rafidhi’” ditujukan kepada kaum Khawarij yang membenci Saidina Ali dan Ahlul Bait. Ketika diketahui imam Syafi’I mencintai Ahlul Bait, kaum Khawarij menuduhnya beliau Syiah.
Sedangkan kalimat “Jika Nawasib itu adalah mencintai Sahabat, maka saksikanlah bahwa aku adalah ‘Nasibi” ditujukan kepada kelompok Syiah yang membenci Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Saat kaum Syiah mencaci maki Sahabat, Imam Syafii menjawabnya dengan syair tersebut, sebagai bukti bahwa ia pecinta Sahabat.
Maka, dapat disimpulkan bahwa ucapan itu merupakan kalimat retorika Imam Syafi’i. semua tahu bahwa Imam Syafii adalah seorang penyair, ahli balaghah. Banyak nasihat-nasihatnya berupa kalimat metaforis-retoris. Beliau adalah Imam Ahlus Sunnah pecinta Ahlul Bait dan Sahabat Nabi. Beliau bukan Syiah, juga bukan Khawarij.
* Penulis adalah Peneliti InPAS Surabaya
Sumber : LPPI Makassar
Red : Wijat

ust-farid-ahmad-okbahAntiLiberalNews – Salah satu ulama Indonesia yang gencar membongkar kesesatan aliran takfiri Syiah, Ustadz Farid Okbah, menilai bahwa akhir-akhir ini kalangan Syiah tidak lagi bersuara lantang dalam menyikapi penderitaan umat Islam di Palestina. Hal tersebut disebabkan oleh berlepas dirinya HAMAS dari naungan Republik Syiah Iran.
“Biasanya ulama syiah dunia selalu bersuara nyaring membela Palestina yang sedang diserang. Tapi kali ini nyaris tak terdengar. Seolah syiah, dan Iran, tidak bersemangat lagi membela Palestina.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Ternyata ada sebabnya, yaitu HAMAS sudah melepaskan diri dari naungan Iran. Karena itulah syiah dan Iran tidak bersemangat lagi membela rakyat Gaza yang ditindas,” tulis Ustadz Farid melalui akun Facebook-nya pada Ahad (10/9).
Sejauh ini sudah hampir 1.900 Muslim Palestina gugur dan lebih dari 9.000 lainnya terluka, akibat serangan teroris Yahudi Zionis di Gaza sejak 7 Juli.
Red : Wijat

Jalal ISISOleh: Ustadz Kholili Hasib
AntiLiberalNews – HARI-hari ini, pemberitaan tentang gerakan Daulah Islamiyah Iraq wa Syam (ISIS/ISIL) seolah menjadi trending topic di media massa. Kekhalifahan yang didirikan di Iraq – yang sebenarnya tidak diakui oleh Persatuan Ulama Internasional– (hidayatullah.com 6 Juli 2014) seolah menyita pemberitaan menggeser sidang kampanye kecurangan Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di tengah kesimpang siuran khilafah bentukan ISIS itu, Syiah Indonesia menumpanginya dengan memfitnah Ahlus Sunnah secara umum.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Seperti diketahui, kelompok ISIS, di Suriah memang berperang melawan pemerintah Bashar Asad yang beraliran Syiah Nushairiyah. Harap dicatat, ISIS hanya salah satu faksi perlawanan. Di Suriah masih banyak faksi-faksi pejuang dari Sunni berperaang, termasuk Jabhah Nusrah, Ahrar Syam dll. Kedua faksi ini juga berhadapan dengan kekejaman Syiah di Suriah.
Namun, mengapa keberadaan ISIS tiba-tiba diblow-up?
Pertama, barangkali karena memiliki kekhasan tersendiri, yakni bercita-cita mendirikan Khilafah Islam. Serta aksi-aksinya yang ekstrim menghabisi lawan-lawannya. Namun, bisa juga media-media Barat membesarkan wujud ISIS ini secara massif.
Kedua, di Iraq, perlawanan terhadap penjajah Amerika dan kelompok Syiah juga tidak hanya ISIS. Mujahidin Sunni di Iraq di antaranya; Dewan Militer Revolusioner Iraq atau General Military Council for Iraqi Revolutionaries (GMCIR), Tentara Islam Iraq atau Islamic Army of Iraq (IAI), Tentara Tareqat Naqsyabandiyah, dan Dewan Kebangkitan Iraq. Di antara mereka adalah mantan tentara Iraq, loyalis Saddam Hussein.
Mujahidin Tarekat Naqsyabandiyah bahkan lebih dahulu berdiri sebelum ISIS, yakni tahun 2003. Faksi mujahidin ini tidak mau ikut dalam proses politik, namun mereka hanya ingin melawan para penguasa (Syiah) yang dzalim.
Faksi-faksi mujahidin Sunni selain ISIS ini memang tidak banyak dibahas di media. Mereka bertempur dengan penjajah dan tentara Syiah. Fenomena ISIS makin mencuat setelah ISIS menguasai kota Mosul Iraq. Namun, sejumlah pengamat menilai jatuhnya Mosul dan Tikrit adalah bukan semata karena kekuatan personil ISIS, melainkan karena dukungan kelompok bersenjata faksi mujahidin yang dahulunya adalah loyalis mantan penguasa Iraq, Saddam Husein.
Sekali lagi harap dicatat, bahwa ISIS hanyalah salah satu bagian faksi di antara faksi-faksi lainnya yang berjuang melawan kedzaliman Syiah Bashar Assad dan kezaliman penguasa dukungan Syiah Iran dan penjajah AS di Iraq.
Karena itulah, Syiah paling berkepentingan agar ISIS bisa dihapus di muka bumi, khususnya di Iraq, di mana pemerintahan Syiah Nuri Al Maliki yang didukung Syiah Iran.
Karena ada latar belakang konflik Sunni-Syiah ini, kelompok Syiah Indonesia menjadikan isu ISIS sebagai komoditi kampanye hitam memojokkan Ahlus Sunnah. Kelompok Syiah di Indonesia menyambut isu ini dengan memanfaatkannya untuk kepentingan keamanan ideologinya. Bahkan, pernyataan Syiah baru-baru ini berbau adu domba. Terbukti ketika Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaludin Rakhmat menuding bahwa akar masalah konflik di Indonesia adalah umat Islam Ahlus Sunnah yang anti terhadap Syiah. Ia juga menuding Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah parpol dan ormas Islam membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah.
Jalaluddin Rakhmat membabi-buta menggeneralisasi isu. Ia mengatakan siapa yang anti-Syiah dia mendukung ISIS. “Kelompok anti-Syiah adalah prospek utama pemicu konflik di Indonesia, dengan membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah. Kelompok tersebut seperti MUI, MIUMI, dan orang-orang di PKS tidak menyukai Syiah,” kata orang yang akrab disapa kang Jalal (bumisyam.com 5/08).
ISIS, yang keberadaannya masih menimbulkan banyak pertanyaan publik tiba-tiba dijadikan ‘senjata’ baru untuk memojokkan umat mayoritas, Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Manuver Syiah menyebut MUI ikut bagian kelompok mendukung ISIS saja, sudah stigma yang mempunyai bobot dan tujuan tak sederhana.
MUI adalah salah satu representasi mayoritas organisasi Sunni di seluruh Indonesia. Jika MUI saja dituduh Syiah, bagaimana yang lain?
Pernyataan Jalal sekaligus mengamankan eksistensi Syiah di Indonesia yang akhir-akhir ini sudah diungkap kesesatan dan bahayanya bagi NKRI.
Sebagaimana di Suriah dan Iraq, kaum Muslimin di Indonesia yang menolak Syiah bukan secara otomatis pendukung ISIS. Penolakaan Syiah semata berdasarkan atas penyimpangan akidah Syiah, dan bahayanya bagi NKRI. Ingat, Syiah hanya tunduk pada imam mereka di Iran, bukan di Indonesia. [baca: “Gerakan Syiah Indonesia Diremote dari Iran” ].
MUI dan Sasaran Antara
Kampanye hitam Syiah dengan menumpang pada isu ISIS memiliki agenda besar. Dalam isu ini, sasaran Syiah sebenarnya bukanlah pendukung ISIS Indonesia yang jumlahnya tidak terlalu besar. Syiah justru menyasar kelompok mayoritas, yakni Aswaja Nusantara. Agar Syiah diterima sebagai ‘madzhab’ resmi di Indonesia, dan ‘mengamputasi’ fatwa para ulama (khususnya MUI) tentang bahaya radikalisme Syiah ini.
Agenda besar Syiah sejatinya seirama dengan agenda intelejen Barat. Yakni melumpuhkan keyakinan dasar Islam tentang truth claim (klaim kebenaran). Syiah berupaya menolak konsep truth claim, agar akidahnya bisa diterima masyarakat, sehingga mulus melakukan syiahisasi. Sedangkan Barat berkepentingan memasarkan faham pluralisme. Syiah, juga kerap ikut menumpang kampanye pluralism agama. Karena dengan faham ini, Syiah diuntungkan sebab orang akan dilarang berbicara penyimpangan Syiah.
Setelah MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat menerbitkan buku panduan kesesatan Syiah, banyak kaum Muslimin tersadar bahaya Syiah. Buku ini mejelaskan pendapat para ulama dahulu tentang penyimpangan akidah Syiah dan peta kelompok Syiah di Indonesia.
Syiah ditolak karena mengandung ideologi takfiri dalam kitab induknya. Al-Majlisi, seorang ulama Syiah kenamaan mengatakan,
“Ketauhilah bahwa kalimat syirik dan kufur itu ditujukan — sebagaimana termaktub dalam teks-teks Syiah — terhadap orang-orang yang tidak mempercayai keimamahan Ali dan para imam setelah beliau yang terdiri dari keturunan beliau, dan mengutamakan orang lain daripada mereka, menunjukkan bahwa orang-orang itu kafir dan kekal di neraka.” (Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 23/390).
Dalam tafsir al-Qummi – kitab tafsir Syiah dikatakan bahwa apabila seseorang mengakui keimamahan selain imam Ali dan keturunannya, maka semua amal ibadahnya digugurkan Allah (Tafsir al-Qummi 2/251).
Syiah juga membahayakan negara. Khumaini pernah berpidato agar mengekspor revolusi ke negara-negara Muslim. Mereka memiliki konsep pemerintahan imamah yang saat ini diaplikasikan dalam bentuk wilayah al-faqih. Pemerintah yang sah adalah yang berdasarkan konsep imamah. Sebagaimana dijelaskan panjang lebar oleh Ayatullah Khumaini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah (pemerintahan Islam).
Di kalangan kaum Syiah, tulisan Khomeini ini merupakan fatwa untuk melakukan revolusi di negaranya masing-masing. Khomeini sendiri merupakan tokoh Syiah kontemporer paling kharismatik. Sehingga fatwa ini pernah membakar pemuda Syiah di Indonesia pada tahun delapan puluhan. Pada 24 Desember tahun 1984 aktivis Syiah bernama Jawad alias Ibrahim terlibat aksi peledakan gedung seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang dan peledakan candi Borobudur pada 21 Januari 1985. Dalam pengakuannya, ia nekat melakukannya karena cita-citanya ingin menjadi ‘Imam’ di Indonesia, sebagaimana Khomeini di Iran. Jawad gagal, dan mendekam di balik jeruji besi.
Pada tahun 1981, Iran menggelar Konferensi Internasional untuk Imam Jum’at dan Jama’ah mengundang pemimpin Negara-negara Muslim di dunia serta para muftinya. Syaikh Muhammad Abdu Qodir Azad, Ketua Majelis Ulama’ Pakistn, yang ikut konferensi menyaksikan pidato Khomeini berapi-api mendorong kaum Muslim untuk melakukan revolusi seperti yang ia lakukan di Iran.
Khomeini mengatakan: “Karena itu wahai para ulama! Berangkatlah dari muktamar ini untuk mengadakan revolusi Iran di Negara-negara masing-masing, agar anda semuanya dapat menang dalam usaha yang besar ini. Kalau anda bermalas-malas, maka pada hari kiamat nanti di hari semua manusia dikumpulkan, Allah akan meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Anda karena tidak melakukan sesuatu tentang hak Allah dan hak bangsa-bangsa Anda. Lalu ketika itu nanti jawaban apakah yang akan Anda berikan?” (Muhammad Abdul Qodir Azad, Bahaya Faham Syiah Khomeini, hal.14).
Khomeini berusaha agar kepemimpinannya tidak hanya meliputi wilayah Iran, bahkan seluruh dunia harus tunduk di bawah pemerintahan dan kekuasaannya. Dalam konsep wilayatul faqih, Khomeini menjelaskan bahwa hanya Faqih (ulama/ahli hukum) Syiah sajalah yang boleh memimpin dan memerintah umat. Karena, menurut keterangan Khomeini, fuqaha Syiah saja yang beriman pada akidah Imamah dan imam Mahdi akhir zaman (Syaikh Muhammad Mandzur Nu’mani, al-Tsaurah al-Iraniyah fi Mizan al-Islam, hal 31)
Semua harus sadar. Isu ISIS dimanfaatkan Syiah untuk menutupi misi besarnya ini. Pergerakan Syiah tidak seperti ISIS yang terang-terangan Nampak jelas. Syiah menggeliat secara halus, dengan melakukan manuver-manuver politis. Karena membahayakan NKRI ini, maka pemerintah sudah waktunya mencermati Syiah ini.*
*Penulis adalah anggota MIUMI Jatim

Menghadapi ekspansi syiah di nusantaraAntiLiberalNews – Bahaya Syiah Bagi NKRI
Judul : Menghadang Ekspansi Syiah di Nusantara
Penulis : Kholili Hasib
Penerbit : Bina Aswaja, Surabaya
Terbit : Rajab, 1434 H
Tebal : 186 hal.
Masih segar dalam ingatan bagaimana terjadinya peristiwa pemboman Borobudur tahun 1979, dua Gereja di Kota Malang dan Bus Pemudi tahun 1984. Peristiwa ini dilakukan oleh orang-orang yang terlena dengan slogan ‘revolusi Islam’ yang diimpor dari negeri kaum Mullah, Iran. Ketika itu, sedang hangat-hangatnya pemberitaan keberhasilan Ayatullah Khomaeni menumbangkan rezim Syah Pahlevi.
Keberhasilan Khomaeni menjadi kesempatan untuk mengepakkan sayap ajaran syiah ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Para kawula muda yang belum mengerti akal bulus syiah banyak yang menjadi pengikutnya. Buku-buku karya cendekiawan kawakan Iran diterjemahkan dan dikaji di kampus-kampus.
Era reformasi menjadi momentum kebangkitan beragam aliran menyimpang, tidak terkecuali Syiah. Syiah bangkit dengan segenap kekuatan dan kemampuannya. Disokong pendanaan dan manajemen organisasi serta pengelolaan sumber daya manusia jebolan Qum, mereka unjuk gigi dalam pelbagai forum.
Penampilan mereka yang terkesan santun, intelek dan lemah lembut berhasil mengelabui sebagian masyarakat awam sunni. Benturan di tingkat akar rumput tak dapat terelakkan. Mulai dari Sampang, Bondowoso, Bangil dan terakhir di Puger (Jember), menjadi bukti bahwa ekspansi syiah atau Syiahisasi telah menjadi akar persoalan yang sangat mengkhawatirkan.
Keberadaan syiah tidak menjadi masalah selama ada toleransi, tidak saling mencaci dan menghina sosok-sosok yang dimuliakan oleh Ahlus Sunnah. Sayangnya, slogan akhlak yang mereka kumandangkan justru berlawanan dengan kenyataan yang ada. Cacian dan hinaan tetap mereka taburkan. Akibatnya, bentrok antara Sunni dan Syiah tak terelakkan.
Buku ini tidak dimaksudkan untuk mengajak pembaca melakukan kekerasan atas nama membela akidah. Buku ini malah mengajak kita untuk berpikir secara cerdas dan rasional tentang bahaya Syiahisasi yang menggejala di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Ekspansi Syiah, menurut buku yang ditulis oleh mantan anggota redaksi majalah Cahaya Nabawiy ini, sangat membahayakan keutuhan NKRI dan UUD 1945. Pasalnya mereka meyakini hanya imam mereka sajalah yang sah sebagai pemimpin. Inilah doktrin yang menjadi harga mati bagi kaum Syiah.
Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol

Keterangan:
Cover Soft Cover
Jenis Kertas HVS 70 Gram
Penulis Kholili Hasib, MA
Tebal xxii + 189 Halaman
Ukuran 14 x 21 cm
Harga : Rp. 30.000,-
no image

Pentolan Syiah Indonesia : Nabi Kita Tidak Sama!

AntiLiberalNews | NahiMunkar | LPPI-Makassar – Video diatas adalah rekaman suara dari Tokoh Syiah Indonesia Jalaluddin Rakhmat ketika menyampaikan ceramahnya di :
▬ Islamic Cultural Centre (Poros penyebaran Syiah di Indonesia yang terletak di kawasan Pejaten/Warung Buncit, Jakarta Selatan)
▬ pada Kamis 13 Februari 2014.

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Ceramah yang disampaikannya ini dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) NEGARA POROS SYIAH, IRAN. ▬► (NASIONALISMENYA MANA ? )
Tanpa berpanjang lebar, silakan dengar sendiri, mengapa ia katakan NABI KITA TIDAK SAMA ?

syiah-menikam-ahlul-baitAntiLiberalNews – Tiga tokoh Habaib Indonesia akan membeberkan kesesatan Syiah yang selama ini mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait. Ketiga tokoh Ahlul Bait tersebut adalah:
1. Al Habib Muhammad bin Hasan Baharun (Ketua Komisi Hukum  Perundangan MUI Pusat)
2. Al Habib Achmad bin Zein Al Kaff (Surabaya)
3. Al Habib Thohir bin Abdullah Al Kaff (Tegal)

Baca artikel  selengkapnya di SEJARAH KARBALA tafhadol
Tabligh Akbar bertemakan  “Memperkokoh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Dari Ancaman Penyimpangan Ajaran Syi’ah” ini akan digelar pada:
Hari        : Ahad, 30 Maret 2014
Pukul     : 07:30 – 12.00
Tempat : Madrasah Diniyyah Al-Islamiyah Al-Kamiliyyah, Jalan Otista II, RW 09, Kel. Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur.
Red: Randy